September 10, 2025
IMG-20250725-WA0000

Ternate, Maluku Utara , FaktaHukum.id – Ketegangan antara warga Ubo-Ubo dan Faljawa Dua dengan institusi kepolisian kembali mencuat setelah Polda Maluku Utara secara resmi melayangkan somasi ketiga kepada warga untuk segera mengosongkan lahan yang diklaim sebagai milik Polri/Ex-Brimob. Lahan seluas 45.735 meter persegi itu telah lama ditempati warga secara turun-temurun dan kini menjadi sumber kekhawatiran serius bagi ratusan kepala keluarga.

 

Surat somasi terbaru yang dikirimkan pada pertengahan Juli 2025 itu memberi batas waktu 60 hari kepada warga untuk meninggalkan lokasi. Jika tidak diindahkan, Polda mengancam akan menempuh jalur hukum. Padahal, menurut warga, ancaman semacam ini sudah berulang kali terjadi setiap kali ada pergantian Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) baru di Maluku Utara.

 

Warga: Kami Selalu Jadi Korban

Farida, seorang warga yang telah bermukim selama lebih dari dua dekade di wilayah tersebut, mengungkapkan bahwa warga kerap kali menjadi korban penipuan oleh oknum-oknum aparat.
“Setiap pergantian Kapolda, kami selalu ditakut-takuti. Kami dipungut uang Rp5 juta sampai Rp10 juta dengan janji tanah ini akan disertifikasi atas nama kami. Tapi sampai sekarang, janji itu tidak pernah ditepati,” ujar Farida, lirih.

 

Menurut Farida, alasan yang digunakan untuk meminta uang sangat meyakinkan. Warga diberi harapan bahwa tanah akan dilegalkan dan aman dari penggusuran. Namun nyatanya, tindakan somasi terus berlangsung tanpa ada kejelasan proses hukum yang adil bagi masyarakat.

 

Kronologi Gugatan

Somasi kedua sebelumnya dikirimkan pada 15 Mei 2025 lalu, di mana Polda Malut menegaskan bahwa lahan tersebut merupakan milik institusi Polri. Namun, klaim itu belum dibuktikan secara terbuka kepada publik melalui dokumen resmi, seperti sertifikat atau surat kepemilikan sah.

 

Sementara itu, Pemerintah Kota Ternate menyatakan kesiapan untuk memfasilitasi penyelesaian persoalan tanah ini secara musyawarah. Walikota Ternate juga telah berkomunikasi dengan beberapa perwakilan warga untuk mencari jalan tengah, namun belum ada titik temu yang jelas.

 

Tuntutan Warga dan LBH

Warga mengecam tindakan Polda yang dinilai mengabaikan asas due process of law dan prinsip keadilan substantif. Mereka mendesak agar Polda Malut segera membuka dokumen resmi yang menjadi dasar klaim kepemilikan tersebut.

“Kalau memang benar tanah ini milik negara atau Polri, mana sertifikatnya? Kami mendesak ada dialog terbuka, bukan intimidasi,” ujar tokoh pemuda setempat dalam sebuah forum diskusi bersama LBH Ansor dan tokoh masyarakat.

 

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Ansor turut menyoroti urgensi penguasaan lahan ini. Mereka mempertanyakan, mengapa Polda Maluku Utara begitu ngotot menguasai tanah di Ternate, padahal pembangunan markas baru mereka sudah difokuskan di Sofifi, yang merupakan ibu kota provinsi sesuai amanat UU.

 

Pertanyaan Mendasar yang Belum Terjawab

Muncul berbagai pertanyaan publik terkait legitimasi penguasaan lahan tersebut:

Apakah prosedur hukum yang digunakan oleh Polda untuk mengklaim tanah tersebut sudah sah menurut Undang-Undang Agraria?

Kapan dan atas dasar hukum apa status lahan yang ditempati warga turun-temurun itu berubah menjadi milik institusi negara?

Apakah terdapat kepentingan komersial atau politik lain yang tersembunyi di balik penguasaan tanah tersebut?

Warga, LBH, serta sejumlah tokoh masyarakat berharap agar persoalan ini segera ditangani secara terbuka, transparan, dan adil. Mereka meminta agar tidak ada lagi intimidasi, apalagi kriminalisasi terhadap warga yang mempertahankan hak tempat tinggal mereka.

 

Redaksi: Mito

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *