
Halmahera Selatan, Maluku Utara , faktahukum.id — Gelombang keluhan datang dari para petani kopra di Kecamatan Gane Timur dan Gane Barat, Kabupaten Halmahera Selatan, Maluku Utara. Mereka menyoroti persoalan klasik namun tak kunjung terselesaikan: fluktuasi harga kopra yang tidak menentu dan permainan harga yang merugikan pihak petani.
Kopra, sebagai komoditas utama yang menopang kehidupan sebagian besar masyarakat di wilayah ini, justru kini menjadi sumber kesengsaraan. Harga jualnya yang kerap anjlok dan tidak sesuai dengan biaya produksi, memaksa petani bertahan dalam ketidakpastian ekonomi.
“Kami hanya bergantung pada kopra. Kalau harganya terus ditekan seperti ini, bagaimana kami bisa makan? Bagaimana dengan anak-anak kami?” keluh Rahman, petani asal Desa Gane Timur, kepada faktahukum.id. Ia menyebutkan bahwa dalam dua bulan terakhir, harga kopra turun drastis hingga mencapai titik terendah—bahkan tidak cukup untuk menutup ongkos panen dan biaya transportasi ke pusat pengepul.
Hal serupa disampaikan oleh Amir, petani dari Gane Barat. Menurutnya, tidak ada kepastian harga dari para pengepul, yang diduga dengan sengaja memainkan pasar demi meraup keuntungan lebih besar.
“Kadang harga bisa berubah tiga kali dalam seminggu. Tidak ada transparansi. Tidak ada kontrol. Kami seperti dipermainkan,” ujarnya geram.
Situasi ini semakin diperparah oleh minimnya kehadiran dan pengawasan dari pemerintah daerah. Para petani menilai, lemahnya regulasi pasar dan tidak adanya patokan harga dasar menjadikan mereka semakin rentan. Ketergantungan pada tengkulak dan pengepul besar membuat posisi tawar petani nyaris tidak ada.
Merespons kegelisahan ini, sejumlah tokoh masyarakat dan aktivis pertanian lokal pun angkat suara. Yusran L, seorang pemerhati sektor pertanian, menegaskan bahwa pemerintah harus segera turun tangan dan tidak tinggal diam melihat penderitaan petani.
“Ini bukan hanya soal harga, tapi soal masa depan komoditas unggulan daerah. Kalau petaninya bangkrut, siapa lagi yang akan menjaga produksi kopra di Halmahera Selatan?” tegas Yusran.
Yusran juga menyarankan sejumlah langkah strategis untuk mengatasi persoalan ini, seperti:
Penetapan harga dasar kopra secara resmi oleh pemerintah daerah;
Pembentukan koperasi petani yang mampu membeli dan menampung hasil produksi secara langsung;
Keterlibatan BUMD dalam distribusi hasil pertanian untuk menekan peran tengkulak;
Kolaborasi lintas sektor antara pemerintah, pelaku usaha, dan petani dalam menciptakan ekosistem perdagangan yang adil.
Sementara itu, hingga berita ini diterbitkan, Dinas Pertanian dan Perdagangan Kabupaten Halmahera Selatan belum memberikan keterangan resmi. Namun, desakan terus menguat agar pemerintah daerah segera menggelar forum dialog terbuka antara petani, pengepul, dan pemangku kepentingan lainnya.
Keadilan harga kopra dinilai bukan sekadar isu ekonomi, tetapi juga bagian dari keadilan sosial dan keberlanjutan kehidupan masyarakat agraris di Maluku Utara. Jika tak segera diatasi, dikhawatirkan ketimpangan ini akan memperlebar jurang kemiskinan dan memperlemah ketahanan pangan lokal.
Reporter: Mito
Investigasi: Win
Editor: Win