
Faktahukum.id— Rencana pemerintah melelang Pulau Widi di Kepulauan Halmahera Selatan, Maluku Utara, menuai kecaman keras dari masyarakat Lingkar Gane Raya. Bukannya meningkatkan pendapatan daerah (PAD), lelang ini justru dikhawatirkan akan membuka pintu bagi investor asing dan mengulang tragedi Raja Ampat.
Gane Raya, menyoroti potensi eksploitasi sumber daya alam yang dapat terjadi. Ia memperingatkan bahwa alih-alih meningkatkan kesejahteraan masyarakat, lelang justru berpotensi merugikan warga lokal. “Awalnya, pemerintah beralasan untuk meningkatkan PAD, tapi kita lihat contohnya di Raja Ampat. Mulai dari lelang, kemudian menjadi investasi asing, dan akhirnya menjadi tambang. Itulah realita di balik lelang,” tegas Sahrudin.
Lelang Pulau Widi, menurut Sahrudin, tak ubahnya umpan bagi investor asing. Ia menekankan bahwa tujuan lelang yang diklaim untuk meningkatkan PAD dan memberdayakan UMKM hanyalah kedok semata. “Ini permainan para elit penguasa,” ujarnya.
Warga sekitar Pulau Widi akan menanggung dampak negatif dari lelang ini. Mereka dikhawatirkan akan kehilangan akses terhadap sumber mata pencaharian mereka, seperti kegiatan memancing dan pariwisata tradisional. Potensi konflik antara investor dan masyarakat lokal pun sangat besar.
Kasus Raja Ampat menjadi bukti nyata bagaimana lelang pulau dapat berujung pada eksploitasi sumber daya alam dan kerugian bagi masyarakat. Eksploitasi tambang di Raja Ampat telah menimbulkan kerusakan lingkungan dan merampas hak-hak masyarakat adat.
Lingkar Gane Raya dengan tegas mengecam rencana lelang Pulau Widi. Mereka melihatnya sebagai ancaman serius bagi keberlanjutan hidup masyarakat dan lingkungan di wilayah tersebut. Mereka mendesak pemerintah untuk membatalkan rencana lelang dan mencari alternatif lain yang lebih berkelanjutan dan berpihak pada masyarakat lokal.
Peristiwa ini kembali mengingatkan kita akan pentingnya mempertimbangkan aspek sosial dan lingkungan dalam setiap kebijakan pembangunan. Jangan sampai pembangunan hanya menguntungkan segelintir pihak, sementara masyarakat lokal justru menanggung bebannya.
Pemerintah perlu mendengarkan aspirasi masyarakat dan melibatkan mereka dalam pengambilan keputusan terkait pengelolaan sumber daya alam. Transparansi dan akuntabilitas juga sangat penting untuk mencegah terjadinya eksploitasi dan korupsi.
Nasib Pulau Widi dan masyarakatnya kini berada di ujung tanduk. Apakah pemerintah akan tetap ngotot melanjutkan lelang, atau akan mendengarkan suara rakyat dan mencari solusi yang lebih bijak? Pertanyaan ini masih menunggu jawaban.
Semoga pemerintah dapat belajar dari kesalahan masa lalu dan tidak mengulangi tragedi Raja Ampat di Pulau Widi. Kepentingan masyarakat lokal harus diutamakan dalam setiap kebijakan pembangunan.
Redaksi/ Mito