
FAKTA KUKUM.ID – JAKARTA, WCALAWFIRM ~Dalam praktik perbankan, pemberian kredit merupakan kegiatan utama yang menopang fungsi intermediasi lembaga keuangan terhadap masyarakat. Namun ketika kredit memasuki kategori macet karena debitur gagal memenuhi kewajibannya, timbul pertanyaan fundamental: apakah bank tetap berhak mengenakan bunga atas pinjaman yang sudah tidak terbayar?
Mahkamah Agung Republik Indonesia menjawab persoalan tersebut secara tegas melalui Putusan Nomor 2899 K/Pdt/1994, yang menyatakan bahwa bank tidak diperbolehkan lagi mengenakan bunga terhadap kredit yang telah dinyatakan macet.
Putusan ini menjadi tonggak penting dalam praktik hukum perbankan, sekaligus mempertegas prinsip keadilan dan perlindungan hukum bagi debitur.
Pertimbangan Mahkamah Agung dalam putusan tersebut sangat jelas: ketika suatu kredit telah berstatus macet, berarti debitur secara hukum tidak lagi mampu memenuhi kewajibannya sesuai perjanjian awal. Dalam kondisi seperti ini, penambahan beban bunga justru akan memperberat keadaan debitur dan bertentangan dengan asas kepatutan, keadilan, serta prinsip perlindungan terhadap pihak yang lemah dalam hubungan kontraktual.
Pengenaan bunga setelah kredit macet juga dapat dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum (PMH) karena tidak lagi memiliki dasar hukum yang sah. Bank tetap memiliki hak untuk menagih pokok utang dan biaya yang sah secara hukum, tetapi hak tersebut tidak boleh diperluas menjadi beban tambahan yang tidak proporsional. Hal ini mencerminkan prinsip dasar hukum perdata bahwa hak dan kewajiban para pihak harus dijalankan secara seimbang dan beritikad baik.
Lebih jauh, putusan Mahkamah Agung ini memberikan arah yang jelas bagi perlindungan konsumen di sektor jasa keuangan. Debitur yang merasa dirugikan karena bank tetap membebankan bunga setelah kreditnya macet dapat menggunakan yurisprudensi ini sebagai dasar hukum dalam mengajukan gugatan perdata. Langkah tersebut penting untuk memastikan bahwa hak-hak masyarakat terlindungi dari praktik yang berpotensi eksploitatif.
Di sisi lain, putusan ini juga menjadi pengingat bagi lembaga perbankan untuk selalu mengedepankan prinsip kehati-hatian (prudential banking principle) dalam menyalurkan kredit. Tanggung jawab bank tidak hanya berhenti pada pemberian pinjaman, tetapi juga mencakup kewajiban untuk menyelesaikan kredit bermasalah dengan tetap mematuhi norma hukum dan prinsip keadilan.
Putusan MA No. 2899 K/Pdt/1994 bukan sekadar preseden hukum, melainkan juga cermin dari paradigma baru dalam hubungan hukum antara kreditur dan debitur.
Hukum tidak lagi berpihak semata pada kekuatan finansial, tetapi berdiri di tengah untuk memastikan bahwa keadilan menjadi fondasi utama dalam setiap hubungan keperdataan, termasuk dalam praktik perbankan.
Penulis : Wilson Colling , S.H., M.H. | Praktisi Hukum
Editor : Bung NUEL
Jurnalis Media Fakta Huku.id