
Oleh: Abdulbar Mudi, Ketua Bidang PAO HPMPG
Malam itu langit Pulau Gebe begitu bersih dan sunyi. tidak ada keramaian khas malam Minggu, tidak ada denting tawa pasangan muda yang berbagi kisah cinta. tapi justru dalam keheningan malam itu, saya merasa ada sesuatu yang besar sedang dimulai. Cahaya bintang tampak bersinar lebih terang seakan memberi ruang bagi sebuah peristiwa yang tak biasa pelantikan pengurus baru Himpunan Pelajar Mahasiswa Pulau Gebe (HPMPG).
di tengah gema tepuk tangan yang perlahan mereda dan suasana resmi yang mulai surut, saya duduk dalam diam, membuka lembar kosong di buku tulis. Sebuah kebiasaan lama yang saya pelihara: menulis ketika pikiran sedang penuh. namun malam itu, tulisan saya bukan sekadar catatan pribadi. ia menjadi awal dari sebuah gagasan yang kelak saya harapkan menjadi penunjuk arah. saya sadar, bahwa ketika organisasi hanya bergerak tanpa arah yang jelas, maka ia akan mudah goyah diterpa gelombang tantangan. karena itu, saya menuliskan prinsip-prinsip dasar, arah gerak, serta nilai-nilai yang harus dijaga oleh HPMPG ke depan bukan sebagai doktrin, tetapi sebagai pengingat.
pelantikan ini, bagi saya, bukan sekadar seremoni tahunan. ia adalah momen awal yang sarat makna. Sebuah titik berangkat menuju perjuangan panjang yang tak akan mudah, namun sangat penting. HPMPG tak boleh hanya hadir sebagai simbol formal organisasi kepemudaan. ia harus menjadi wadah pembentuk karakter, ruang dialektika gagasan, dan pelatihan tanggung jawab sosial. Apalagi dalam konteks Pulau Gebe, yang sampai hari ini masih bergumul dengan berbagai keterbatasan akses pendidikan, fasilitas publik, dan perhatian pemerintah yang belum merata. pada sini, organisasi mahasiswa bukanlah pelengkap, tapi menjadi kebutuhan mendesak untuk merawat kesadaran kolektif dan memperjuangkan masa depan yang lebih baik.
dalam tradisi Islam, kepemimpinan bukanlah kehormatan, melainkan amanah. seperti yang diingatkan oleh Imam Al-Ghazali, seorang pemimpin laksana penggembala yang akan ditanya tentang tanggung jawab atas gembalaannya. Pandangan ini seharusnya menjiwai setiap pengurus HPMPG yang baru dilantik. Kita bukan sekadar pemegang jabatan, melainkan pemikul amanah yang harus dijaga dengan integritas serta kejujuran. karena itulah, HPMPG harus menjadi organisasi yang tidak hanya aktif secara programatik, tetapi juga memiliki kedalaman moral dan keberpihakan sosial yang jelas.
ketua umum HPMPG, saudari Muna Muhammad, dalam sambutannya secara tegas mengingatkan pentingnya pendidikan sebagai isu sentral perjuangan kita. Pesan ini sangat relevan. Ki Hajar Dewantara yang di mana mengatakan bahwa pendidikan adalah alat pembebasan bukan hanya dari kebodohan, tetapi juga dari ketidakadilan dan ketidakberdayaan. di Pulau Gebe, keterbatasan sarana pendidikan membuat banyak generasi muda harus bekerja apalgi dengan keberadaan perusahaan di pulau Gebe, hal ini menjadi terpengaruh Dengan paradigma masyarakat sehingga menyuruh anak mereka agar bekerja di perusahaan dekat yang ada, HPMPG memiliki tanggung jawab untuk tidak tinggal diam. Kita harus menjadi jembatan, penggerak, bahkan corong suara bagi mereka agar mampu merubah paradigma klasik ini.
Tantangan ke depan jelas tidak ringan. Era digital telah mengubah hampir seluruh aspek kehidupan. Mahasiswa dituntut untuk adaptif, cakap teknologi, dan mampu berpikir kritis. namun dalam menghadapi arus modernisasi ini, kita tak boleh kehilangan nilai budaya. seperti yang dikatakan oleh Syed Naquib al-Attas, modernitas yang sejati adalah ketika manusia bisa menguasai teknologi tanpa tercerabut dari akar budaya dan adabnya. Maka HPMPG harus tetap membumi, menjadi organisasi yang hadir di tengah masyarakat, bukan hanya eksis pada media sosial.
Keberhasilan HPMPG ke depan tidak diukur dari seberapa banyak program kita jalankan, atau seberapa sering kita hadir dalam forum-forum resmi. Ukurannya adalah sejauh mana organisasi ini mampu memberi dampak nyata mendorong satu anak Gebe untuk tidak putus sekolah, memperjuangkan satu ruang belajar yang layak, atau menumbuhkan satu kesadaran baru di tengah masyarakat. karena sebagaimana pesan Rasulullah SAW, “Sebaik-baik manusia ialah yang paling bermanfaat bagi orang lain.”
Itulah yang harus menjadi jiwa dari HPMPG. Organisasi ini bukan tempat singgah sesaat, melainkan fondasi untuk membentuk rasa kekeluargaan yang erat masa depan. Kita harus menjadikannya rumah besar, kawasan gagasan ditempa, kepemimpinan diuji, dan komitmen diasah. dan semua itu dimulai dari kesadaran bahwa pelantikan ini bukanlah garis finis, tapi justru garis start.
Sejarah selalu mencatat bahwa perubahan besar tak lahir dari kerumunan yang pasif, melainkan dari sekelompok kecil anak muda yang sungguh-sungguh. HPMPG adalah bagian dari harapan itu. Maka mari kita jaga amanah ini. Kita bergerak, menulis, dan membuktikan bahwa Pulau Gebe bukan tanah yang ditinggalkan sejarah, tetapi tempat tinggal yang akan kita bangun bersama dengan ilmu, nilai, dan cinta.
dalam semangat ini, saya teringat pada pemikiran Tan Malaka yang menegaskan bahwa “Idealisme adalah kemewahan terakhir yang hanya dimiliki oleh pemuda.” Pernyataan itu bukan sekadar retorika, melainkan cambuk pencerahan agar kita, generasi muda Pulau Gebe, tidak kehilangan keberanian untuk bermimpi dan memperjuangkan masa depan yang lebih adil. Idealisme bukan sesuatu yang harus dikubur oleh pragmatisme zaman, tapi justru harus dijaga sebagai api penyulut gerakan perubahan.
Begitu pula Bung Karno, yang dalam berbagai pidatonya selalu menekankan bahwa pemuda adalah pembawa obor revolusi. ia pernah berkata, “Berikan aku sepuluh pemuda, maka akan kuguncang dunia.” Kalimat ini bukan mitos kepahlawanan, melainkan kepercayaan penuh pada daya cipta, daya juang, dan daya ubah anak muda. Maka HPMPG bukan sekadar organisasi struktural; ia harus menjadi ruang pembentukan manusia yang berpikir bebas, bersikap merdeka, dan berjuang setia demi kemajuan rakyatnya.
menggunakan spirit Tan Malaka serta Bung Karno, kita tidak sekadar sebagai pengurus yang sibuk membuat program kerja, tetapi menjadi kader yang menanam makna pada setiap tindakan. Kita beranjak bukan sebab disuruh, menulis bukan sebab diminta, dan berjuang bukan karena ingin pujian, melainkan karena sadar: bahwa tanah ini ialah amanah, dan masa depan Pulau Gebe ialah tanggung jawab kita sendiri.
Maka ayo kita lanjutkan langkah ini. ayo kita rawat HPMPG menjadi alat perjuangan, bukan sekadar tempat berkumpul. Kita jadikan organisasi ini sebagai ruang yg melahirkan pemimpin yang cerdas secara intelektual, bertenaga secara moral, serta kokoh dalam prinsip. sebab Jika tak kita yg menjaga serta membangunnya, siapa lagi? serta jika bukan sekarang, kapan lagi?
Olehnya itu, Pulau Gebe bukan tanah pinggiran sejarah. Ia adalah tempat perjuangan untuk kita sekalian agar kita dapat berpikir visioner, dan harapan yang sedang dibuat menggunakan kesungguhan hati, agar lebih baik pada setiap langkah Menuju HPMPG berintegritas.