September 10, 2025
IMG-20250730-WA0010(1)

Hadirnya sebuah Pengetahun, tidak di Ruang yang Kosong, Ia hadir dengan Proses Dialektika yang tidak di batasi oleh Ruang dan Waktu, ia hadir dengan Mengikuti Perkembangan Zaman, Sehingga tidak Terkikis oleh arus Kezumudan berpikir dan Budaya Pasif yang membebek pada Tradisi yang dinilai lembek/ Dhoif. Ilmu pengetahun selalu berkembang Sesuai dengan Denyut nadi Perkembangan manusia.

 

Manusia Sifatnya selalu Inggin tahu, dan tak Merasa puas dengan apa yang Dimiliki, ia selalu Mencari Jawaban dan Inggin Menemukan Kebenaran yang Sesungguhnya, bukan Kebenaran yang hanya Menerima Secara pasra, tanpa melalui Proses pengujian yang tidak Ilmiah baik Secara teoritis dan Emperis.
Sebuah Kebenaran Dikatakan Benar jika Dapat di Uji dan bukan Bersandar Pada Apriori dan Silogisme Semata yang Berunjuk Pada Kesalahan yang tidak bisa di Pertanggung Jawabkan.

 

Filsafat Melati kita Untuk berpikir Secara krtitis, Mendalam sampai ke Akar Akar nya, Dengan Kemampuan Nalar Untuk Meneropong Sebuah Problematika yang Dijadikan Objek Kajian Untuk di Selediki, Hakikat dan Akar Masalah,lalu Dijadikan Bahan Penerungan dan Penyelidikan.

 

Akal sebagai Alat dan Filsafat sebagai Metodologi Untuk Mencari dan Menemukan Solusi dari akar Masalahnya.
Filsafat tidak Menghindari dari Pertanyaan “Apa.? Bagaimana? Dan mau kemana?
Filsafat selalu Berawal dari Pertanyaan dan Berakhir dari Pertanyaan?Lalu Solusinya Bagaimana?
Bukankah Filsafat Adalah metode Untuk mecari dan Menemukan Kebenaran?
Seperti Pertanyaan Apa? Bagaimana? Dan mau kemana? Apa yang Terjadi dicari penyebabnya Terhadap suatu Masalah.!. Bagaimana bisa Terjadi, ada Kausalitas tuk mengulang Pertanyaan awal Apa yang menyebabkan itu Terjadi, terus bagaimana bisa Terjadi.?. Dan kemana, mau dibawa kemana, cari titik temu, Ternyata Tidak Menemukan Ujungnya!

 

Kita Hanya Berada pada Lingkaran Pertanyaan demi Pertanyaan.
Filsafat itu Membongkar/ mereduksi Setiap Apa yang Dianggap Benar dan Salah oleh Orang lain, Agar Benar Tidak Dianggap Benar Meskipun itu Salah dan salah tidak di Anggap Salah Meskipun itu Benar. Salah, Benar Hanyalah Proposisi Bahasa, yang Dijadikan Tesis, yang Melahirkan Sentesis dan Antitesis. Hal ini yang Melahirkan dialektika yang berarti dialog yang sudah ada sejak Zaman Yunani kuno yang Kemudian di Sempurnakan oleh Friederich Hegel (1770-1831) Bagi Hegel, setiap tesis akan mendapatkan reaksi berupa Antitesis dan pada gilirannya menghasilkan/menurunkan Sintesis.

 

Sintesis tadi pada hakekatnya adalah Tesis baru sehingga pada saatnya akan mendapatkan reaksi baru yaitu Antitesis dan dengan demikian akan membutuhkan Sintesis yang baru lagi.

Demikianlah seterusnya langkah langkah tadi berulang kembali (sebuah sintesis adalah merupakan tesis baru bila nantinya ada yang membantahnya dengan sintesis yang lebih Ilmiah.Dialetika selalu Menuntut kita untuk terus Berdialog dengan Konteks Zaman agar tidak Mengalami Kezumudan Berpikir.

 

Sekali lagi saya Katakan, bahwa Sebuah kebenaran akan dikatakan benar, bila itu dapat diuji dan dibuktikan secara Ilmiah. Berfilsafat berarti Berpikir secara mendalam dan sungguh sungguh, Semboyangnya bahwa setiap manusia adalah Filsuf, semboyang ini benar juga karena manusia adalah Mahluk yang Berpikir, tapi semboyang ini perlu untuk di reduksi, karena tidak semua manusia itu yang Berpikir berarti Filosuf. Filosuf hanya orang yang memikirkan hakikat sesuatu dengan sungguh sungguh dan mendalam sampai ke akar akarnya. Filsafat adalah hasil akal manusia yang mencari dan memikirkan suatu kebenaran yang begitu dalam atau radix. Pythagoras 572-497 SM adalah orang yang Pertamakali Mengunakan istilah Philosophia, Ketika dia ditanya Apakah anda seorang ari’f? Maka pythagoras menjawab Philosophis yang berarti pencinta kebijaksanaan.

 

Sophia maknanya lebih luas dari pada sekedar Kearifan, jadi filsafat pada mulanya punya makna yaitu mencari keutamaan mental. Berfilsafat harusnya Berpikir secara Sistematis, menyusung suatu pola Pengetahuan yang sangat rasional, unsur unsur yang berhubungan antara satu dengan yang lain secara Sistematis.

 

Sistematis oleh pemikiran seseorang filsuf misalnya itu dipengaruhi oleh keadaan dirinya serta Lingkungan. Harus konseptual yaitu berkaitan dengan ide atau gambaran gambaran yang melekat pada akal pikiran secara intlektual.

 

Harus secara koheren dalam Pengertian tidak boleh Mengandung uraian yang itu bertentangan akan suatu kebenaran. Rasional dalam Berpikir harus berdasarkan kaidah kaidah Berpikir Logic. Harus sesuai dengan pandangan hidup yang melahirkan Ideologi.

 

Filsafat melati kita untuk selalu terbiasa menguji asumsi persoalan hepotesis agar tidak gagal nalar logica Flasis. Bahkan suatu kebenaran yang kita Pegan dan yakini harus perlu untuk bertanya.? Dengan demikian suatu kebenaran akan Muncul kebenaran yang baru hepotesis dan antitesis, agar tidak Apriori dan berdasarkan Silogisme yang rancu, kita harus selalu Berdialektika dan selalu bertanya apa itu kebenaran.!. Maka kita perlu menyelediki hakikat dan sumber kebenaran secara Sistematis dan sudah tentu Logic.

 

Manusia adalah makhluk hidup yang sempurna itulah ungkapan yang sering kita dengar dalam kehidupan sehari hari kita. Manusia sebagai ciptaan Tuhan yang paling sempurna memang memiliki banyak kelebihan dibanding makhluk lainnya.

 

Sebagai ciptaanNya yang sempurna manusia dibekali akal dan pikiran untuk bisa dikembangkan berbeda dengan hewan yang juga memiliki akal dan pengetahuan tapi hanya sebatas untuk mempertahankan dirinya.

 

Kelebihan manusia dalam kemampuannya menalar dan karena mempunyai
bahasa untuk mengkomunikasikan hasil pemikirannya yang abstrak,maka manusia bukan saja mempunyai pengetahuan, melainkan juga mampu mengembangkannya. Karena kelebihannya itu maka Aristoteles memberikan identitas kepada manusia sebagai animal rationale.

 

Seiring dengan perkembangan zaman, manusia sering mengabaikan atau bahkan melupakan logika dalam berfikir dan membuat aturan. Kebanyakan orang orang tersebut menganggap remeh tentang logika dan berfikir seenaknya saja, mereka
mengiginkan suatu hal yang mudah dan praktis.Sehingga yang
terjadi adalah kejanggalan kejanggalan dalam komunitas mesyarakat banyak.
Perlu disadari bahwa sesuatu yang logis biasanya akan mudah dipahami oleh nalar kita tetapi sesuatu yang tidak logis kadang bertentangan dengan pikiran dan hati kita. Dalam banyak hal kita sering mengalami berbagai kejadian yang kita pikir tidak logis misalnya ada yang jelas jelas melakukan korupsi dengan uang milliaran rupiah bahkan triliunan rupiah tapi di mata hukum disamakan dengan seorang pencuri seekor ayam. Ada juga yang jelas terbukti bersalah tetapi tidak tersentuh oleh hukum.

Atas dasar realitas tersebut diperlukan suatu logika dalam kehidupan manusia agar kita mengetahui kapan saatnya berpikir logis,kapan saatnya berpikir tidak logis, setiap tempat dan waktu
ada logikanya, setiap logika ada waktu dan tempatnya.

 

Memahami hakikat keduanya haruslah dengan baik dan benar justru kita menempatkan diri dalam segala keadaan serta proporsional di tengah manusia yang bervariasi tingkat logika dan pemikirannya.

 

Peristiwa yang terjadi pasti menimbulkan penalaran, apakah sesuai dengan kehendak berpikir atau tidak sesuai sama sekali.
Maka dengan demikian penggunaan logika dalam konteks kehidupan keseharian memang sangat dibutuhkan hal ini menunjukkan sejauh mana kapasitas individu tersebut dalam memanfaatkan dan memaksimalkan potensi diri.

 

Filsafat dan teologi pembebasan adalah dua bidang yang berkaitan erat, terutama dalam konteks perjuangan untuk keadilan dan pembebasan dari penindasan. Filsafat pembebasan menyediakan kerangka berpikir untuk memahami struktur sosial yang menyebabkan ketidakadilan, sementara teologi pembebasan menggunakan perspektif agama untuk menganalisis dan mengatasi ketidakadilan tersebut. Keduanya menekankan pentingnya tindakan nyata untuk mencapai perubahan sosial yang lebih baik.

 

Teologi Pembebasan adalah sebuah Kegilisahan untuk menjawab teologi yang masih terjebak dalam problematika klasik dan cenderung jauh dari realitas sosial masyarakat.

 

Saya Mengunakan teologi Pembebasan dalam Berbagai Perspektif seperti halnya Asghar Ali adalah salah satu solusi alternatif untuk menjawab realitas sosial dalam konteks kekinian. Dengan menggali misisosial Nabi Muhammad saw serta memadukannya dengan spiritnya al- Qur’an spirit pembebasan dalam Islam.

 

Bahkan spirit ini bisa menjadi elanvital Islam sehingga agama ini tidak hanya dipandang dari sisi ritual belaka akan tetapi lebih dari itu,Islam secara historis bisa memunculkan wajah pembebasannya dari berbagai keterpurukan,terutama dari segi ekonomi dan ilmupengetahuan.

 

Melihat Islam hanya sebagai dogma, justru menjadikan Islam semakin terpuruk dan bukan tidak mungkinagama ini akan ditinggalkan oleh penganutnya sendiri.

Teologi pembebasan telah menjadi trending topic dalam diskursus akademik sebab teologi pembebasan yang dalam istilah Inggris dikenal sebagai theology of liberation juga menjadi indikator bahwa diskursua ini sangat urgen untuk dieksplorasi lebih jauh.Menariknya kajian ini tidak hanya dimonopoli oleh satu agama tertentu (Sebut saja slam) akan tetapi hampir semua agama memiliki semangat pembebasan.

 

Agama agama pembebasan dapat ditemukan pada agama Hindu dengan konsep visi pembebasan menyeluruh, agama Budha dengankonsep berbelas kasih, agama Kong Hu Cu dengan konsep keselarasan manusia dengan kosmos,agama Kristiani dengan konsep keselamatan sebagai pemanusiaan,agama Islam dengankonsep tauhid dan keadilan,serta agama agama kosmik dalam ciri ciri pembebasan dalam religiositas kosmis. Namun penting dicatat bahwa teologi pembebasan itu sendiri pertama kali ditemukan oleh Gustavo Gutierrez yang seorang pendeta Katolik dari Peru Amerika Latin yang menulis buku Teologi ade la liberacion, Perspektif kemudian diterjemahkan kedalam Bahasa Inggris dengan judul the theology of liberation pada tahun 1973.

 

Asghar Ali berusaha mengimplementasikan gagasan gagasannya sehingga seringkali harus berhadapan dengangenerasi tua yang cenderung konservatif dan anti kemapanan.Iatidak hanya sekadar merumuskan teologi pembebasan,tetapi ia kemudian mengajak generasi muda untuk merekonstruksi teologimenjadi teologi yang radikal transformatif sehingga bisa melahirkanteologi yang peduli dan sensitif terhadap realitas sosial.Ia meyakinibahwa agama Islam sarat dengan nilai nilai pembebasan.

 

Engineermengawali dengan telaah sejarah kehidupan Mekkah sebelumdatangnya Islam. Mekkah menjadi pusat bisnis dan merupakanjalur perdagangan antara pedagang Arabiah Utara ke ArabiaSelatan.Mekkah juga menjadi pertemuan para pedagang darikawasan Laut Tengah,Teluk Parsi, Laut Merah melalui Jeddah, bahkan dari Afrika.

 

Dengan modal geografis demikian,Mekkahkemudian berkembang menjadi pusat keuangan dari kepentingan internasional yang besar.

Terkait hal tersebut, menarik untukdisimak uraian W.Montgomery Watt tentang kondisi Mekkah padawaktu itu, sebagaimana dikutip oleh Engineer bahwa Mekkah bukan sekedar pusat jual beli,ia juga merupakan sentra keuangan. Nyatanya ttransaki Keuangan yang luarbiasa sibuk memang terjadi di kota ini.

 

Orang orangterkemuka di Mekkah pada jamannya Muhammadmerupakan para kapitalis ulung dalam mengelola Kridet mahir berspekulasi dan jeli dalan melihat segala peluanginvestasi menguntungkan,baik dari Aden, Gaza maupunDamaskus. Jala jala keuangan yang telah mereka rajut tidakhanya menjaring penduduk Mekkah, namun juga banyakorang yang terkemuka di sekitarnya.Al-Qur’an turun bukandalam lingkungan yang bergurun, melainkan lingkungandengan tingkat perputaran uang yang sangat tinggi.Hanya saja,menurut Engineer, kondisi Mekkah tersebuttidak memberikan implikasi distribusi kekayaan yang meratakepada seluruh lapisan masyarakat. Dengan kata lain, kekayaan hanya dimonopoli oleh segelintir elit masyarakat sedangkanmasyarakat pinggiran (Arab Badui) tetap saja tidakmendapatkan keuntungan dari kondisi Mekkah yang strategis.Mereka tetap hidup di bawah garis kemiskinan dan tidakmampu bersaing dengan kelompok elit masyarakat.

 

Teologi seakan diam dan tidak memberikan reaksiatas ketertindasan dan memberikan jalan keluar bagi pemeluknya. Padahal teologi sebagaimana diungkapkan oleh Gutierrez bukan merupakan kebijaksanaan bukan pula pengetahuan rasional melainkan refleksi kritis atas praksis sejarah pembebasan.

 

Dalamkonteks Amerika Latin hal tersebut berarti praksis pembebasan dari belenggu sosial, ekonomi dan politik dari sistem yang mengingkari kemanusiaan dan dari kedosaan yang merusak hubungan manusia dengan Tuhannya. Singkatnya, teologi bukan untuk menciptakanideologi yang membenarkan suatu status quo Teologi pembebasan Gutierrez tidak hanya bersifat orthodoxy (memantapkan ajaran) danbukan pula hanya orthopraxis (menuntut dijalankan tindakan mendunia dan menuju Allah), tetapi bersifat heteropraxis yaitugabungan antara orthodoxy dan orthopraxis yang berujung kepadatindakan konkret berupa humanisasi dan pembebasan manusia darisegala model Penindasan.

 

Sebelum saya Menutup tulisan gila ini saya mencoba untuk mendekonstruksi Nalar teologi Jabaria dan As’ariyah yang cenderung pasra terhadap keadaan Sosial, bahwa miskin dan terjadinya Penindasan adalah sudah di Taqdirkan oleh Allah swt/Tuhan, oleh sebab itu kita harus menjadi pemikir Qadariyah dan Mutazilah yang tidak hanya bertahan pada Taqdir dan Kepasrahan semata, tapi harus melalui usaha sadar dalam melihat Konteks dan Problematika sosial, kita harus mengambil jalan revolusi dengan berusaha. Demikian tiada gading yang tak retak semoga bermanfaat. ( Sahib Munawar.M.Pd)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *