
Malut, Faktahukum.id – Isu pemekaran daerah kembali menjadi sorotan tajam dari kalangan aktivis hukum dan pemerhati pembangunan regional. Salah satunya datang dari Yusman Arifin, SH, yang menilai bahwa kebijakan moratorium pemekaran Daerah Otonomi Baru (DOB) oleh pemerintah pusat selama lebih dari satu dekade adalah kebijakan tanpa dasar hukum yang sah.
Dalam keterangannya kepada awak media, Yusman menegaskan bahwa pemekaran DOB adalah sebuah keniscayaan, bukan sekadar opsi politik yang bisa diulur-ulur sesuai selera kekuasaan.
> “Pemekaran daerah otonomi baru adalah keniscayaan. Semangat akar rumput dan masyarakat lapis bawah yang mendengungkan pemekaran kabupaten baru di seluruh wilayah nusantara adalah refleksi tuntutan keadilan dan pemerataan pembangunan,” tegas Yusman Arifin.
Ia menilai, penutupan kran pemekaran sejak tahun 2014 merupakan bentuk pembangkangan terhadap aspirasi rakyat. Hingga saat ini, tercatat lebih dari 300 usulan DOB telah masuk ke meja pemerintah pusat, namun tak satupun ditindaklanjuti secara serius karena alasan moratorium.
> “Perlu saya tegaskan bahwa isu moratorium pemekaran daerah yang ditiupkan oleh pemerintah pusat adalah isu tanpa landasan regulasi yang mengikat. Ini benar-benar konyol,” lanjutnya.
Lebih lanjut, Yusman menantang siapa pun untuk membuktikan legalitas moratorium tersebut secara normatif. Ia menyebut, tak ada satu pun regulasi yang menyebutkan atau membenarkan keberadaan moratorium tersebut.
> “Coba telusuri, adakah moratorium itu diatur dalam undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan presiden, atau bahkan peraturan menteri? Tidak ada. Pemerintah pusat selama lebih dari satu dasawarsa menutup kran pemekaran daerah tanpa ada landasan hukum yang jelas,” tandasnya.
Dengan situasi ini, ia mendesak masyarakat dari seluruh wilayah pengusul DOB untuk bangkit dan mendesak pemerintah pusat serta DPR RI untuk memberikan keadilan dan memperjelas dasar hukum kebijakan moratorium. Bahkan menurutnya, kebijakan tersebut sudah layak digugat secara hukum, demi mendapatkan kepastian konstitusional dan membuka jalan pembangunan wilayah-wilayah tertinggal.
> “Pemerintah pusat sudah layak dituntut secara hukum terkait keabsahan moratorium pemekaran daerah, sehingga ada kepastian hukum,” ujarnya.
Dalam konteks Maluku Utara, Yusman mengimbau para kepala daerah dan DPRD yang wilayahnya memiliki aspirasi pemekaran untuk tidak tinggal diam. Ia menyerukan agar semua pemangku kepentingan turun tangan bersama rakyat memperjuangkan pembentukan daerah baru yang layak secara administratif, geografis, dan sosiologis.
> “Saya menghimbau khususnya semua kepala daerah dan DPRD di Maluku Utara yang wilayahnya dimekarkan agar bersama-sama dengan seluruh masyarakat memperjuangkan DOB. Jangan tinggalkan masyarakat berjuang sendiri, meskipun kita semua tahu kondisi keuangan daerah saat ini tidak baik-baik saja,” katanya.
Yusman juga menyampaikan seruan khusus kepada Gubernur Maluku Utara agar memimpin inisiatif strategis untuk menyusun grand desain pemekaran wilayah provinsi secara menyeluruh.
> “Kepada Gubernur Maluku Utara, saya harap dapat mengajak semua bupati dan wali kota se-Maluku Utara untuk merumuskan bersama-sama grand desain pemekaran daerah, untuk menentukan berapa ideal jumlah kabupaten dan kota di Maluku Utara,” tutupnya.
Seruan ini mencerminkan kegelisahan masyarakat di daerah yang telah lama menanti pemerataan akses pembangunan. Tanpa adanya landasan hukum yang jelas untuk menolak pemekaran, pemerintah pusat tidak seharusnya menutup aspirasi rakyat demi alasan-alasan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan secara hukum maupun moral.
Redaksi: Mito
Editor : Win