
Fakta Hukum.id –
JAKARTA, 04 Oktober 2025 – Bayangkan sebuah skenario pahit: di tengah upaya menjaga keutuhan rumah tangga demi masa depan anak-anak, Anda tiba-tiba dikejutkan dengan datangnya selembar Akta Cerai. Padahal, surat panggilan untuk menghadiri sidang perceraian dari pengadilan tak pernah sekalipun Anda terima.
Suara Anda tidak pernah didengar, hak Anda untuk membela diri seolah dirampas begitu saja.
Fenomena “perceraian gaib” atau terbitnya akta cerai tanpa proses hukum yang semestinya ini bukanlah isapan jempol. Kasus semacam ini nyata terjadi dan menjadi mimpi buruk bagi pihak yang dirugikan, biasanya adalah istri.
Pertanyaan krusial yang muncul di benak masyarakat adalah, “Apakah Akta Cerai yang terbit dari proses hukum yang cacat seperti itu sah?” Jawaban hukumnya tegas: Tidak.
Jantung Keadilan yang Dilukai: Asas Audi et Alteram Partem Setiap proses peradilan di Indonesia, termasuk perceraian, wajib berpegang pada sebuah asas hukum fundamental yang menjadi jantung keadilan: audi et alteram partem. Dalam bahasa sederhana, asas ini berarti “dengarkan juga pihak lain”.
Hakim dilarang keras menjatuhkan putusan hanya dengan mendengar keterangan dari satu pihak (penggugat). Pengadilan memiliki kewajiban mutlak untuk memanggil pihak tergugat secara sah dan patut, memberikannya kesempatan untuk menjawab, membantah, dan mengajukan bukti-bukti.
Proses pemanggilan ini bukanlah sekadar formalitas pengiriman surat. Juru sita pengadilan wajib menyampaikan surat panggilan (dikenal sebagai relaas) langsung ke alamat tempat tinggal tergugat dan menyerahkannya secara pribadi. Jika proses ini gagal dilaksanakan atau bahkan dimanipulasi—misalnya dengan memberikan alamat palsu—maka seluruh proses persidangan yang mengikutinya menjadi cacat hukum secara formil.
Putusan Verstek yang Cacat dan Akta Cerai yang Batal Demi Hukum
Putusan yang dijatuhkan tanpa kehadiran pihak tergugat disebut putusan verstek. Putusan ini baru sah jika hakim memiliki keyakinan penuh bahwa tergugat tidak hadir karena kemauannya sendiri, padahal sudah dipanggil secara benar menurut hukum.
Ketika panggilan itu “gaib”, maka putusan verstek yang dihasilkan pun menjadi tidak sah. Konsekuensinya, Akta Perceraian yang diterbitkan oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil sebagai produk turunan dari putusan tersebut, secara yuridis dapat dibatalkan.
Akta Cerai itu hanyalah akibat, sumber masalahnya adalah putusan pengadilan yang keliru.
Maka, target perlawanan hukum bukanlah kantor Catatan Sipil, melainkan putusan pengadilan itu sendiri.
Senjata Pamungkas: Perlawanan (Verzet)
Bagi Anda yang menjadi korban dari praktik “perceraian siluman” ini, jangan putus asa. Hukum acara perdata telah menyediakan senjata pamungkas yang sangat efektif, yaitu upaya hukum Perlawanan atau Verzet.
Verzet bukanlah banding. Verzet adalah mekanisme hukum untuk melawan putusan verstek yang diajukan ke pengadilan yang sama yang telah menjatuhkan putusan tersebut. Dengan mengajukan verzet, pada dasarnya Anda meminta pengadilan untuk membuka dan memeriksa kembali kasus perceraian dari awal, karena proses sebelumnya tidak adil.
Kunci utama dalam sidang verzet adalah membuktikan satu hal: bahwa Anda tidak pernah menerima panggilan sidang secara sah dan patut. Bukti domisili, kesaksian tetangga, hingga keterangan dari aparat desa/kelurahan dapat menjadi alat bukti yang sangat kuat.
Jika verzet Anda dikabulkan, maka putusan verstek sebelumnya akan gugur. Sidang perceraian akan diulang dari nol, dan kali ini, Anda memiliki kesempatan penuh untuk berjuang di ruang sidang untuk mempertahankan rumah tangga Anda.
Waktu adalah elemen krusial. Upaya verzet memiliki batas waktu yang ketat, yakni 14 hari sejak putusan diberitahukan secara resmi. Namun jika Anda tidak pernah menerima pemberitahuan sama sekali, maka tenggat waktu dihitung sejak Anda mengetahui adanya putusan tersebut. Artinya, segera bertindak saat Anda menerima akta cerai itu.
Akta cerai yang terbit dari proses peradilan yang zalim bukanlah akhir dari segalanya. Ia adalah bukti adanya ketidakadilan, dan hukum menyediakan jalan untuk melawannya. Jangan diam, karena diam berarti merelakan hak Anda diinjak-injak.
Editor : Bung NUEL
Jurnalis Fakta Hukum.id