September 10, 2025
IMG-20250827-WA0058

Ternate, Faktahukum.id – Direktur Malut Institut, Abdurrahim Fabanyo, secara tegas menyatakan sikap kritis terhadap aktivitas pertambangan nikel yang marak di Pulau Gebe, Kabupaten Halmahera Tengah, Maluku Utara. Menurutnya, praktik tambang di pulau kecil dengan luas kurang dari 2.000 km² secara jelas dilarang oleh Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

 

“Pulau Gebe adalah pulau kecil, luasnya diduga kurang dari 2.000 km². Kalau demikian, maka seluruh aktivitas pertambangan di sana jelas melanggar undang-undang. Presiden tidak boleh menutup mata. Negara harus hadir untuk menghentikan pelanggaran hukum ini,” tegas Abdurrahim Fabanyo, Senin (25/8/2025).

 

Abdurrahim menilai, praktik tambang di Pulau Gebe bukan hanya persoalan hukum, tetapi juga ancaman serius terhadap lingkungan hidup, keberlanjutan ekosistem, dan masa depan masyarakat lokal. Kerusakan akibat tambang dapat berupa abrasi, pencemaran laut, serta hilangnya sumber penghidupan masyarakat pesisir.

 

“Malut Institut lahir untuk memastikan tata kelola sumber daya alam berjalan adil dan berkelanjutan. Jika Pulau Gebe terus digerus tambang, maka masyarakat di sana akan kehilangan ruang hidup, sementara oligarki tambang terus menumpuk kekayaan,” tambahnya.

 

Lebih jauh, Abdurrahim meminta Presiden Republik Indonesia untuk turun tangan langsung. Ia menegaskan bahwa persoalan tambang di pulau kecil adalah ujian bagi keberanian negara dalam menegakkan hukum tanpa pandang bulu.

 

“Kalau negara diam, maka yang dikorbankan adalah rakyat kecil. Maluku Utara bukan ladang eksploitasi, melainkan rumah bagi masyarakat adat dan generasi mendatang,” pungkas Abdurrahim. Red

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *