September 10, 2025
IMG-20250728-WA0005

FaktaHukum.id — Wacana pemekaran wilayah melalui pembentukan Daerah Otonomi Baru (DOB) di Maluku Utara kembali mendapat penolakan keras dari Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia, Tito Karnavian. Fokus penolakan kali ini tertuju pada rencana menjadikan Sofifi sebagai kota administratif atau daerah otonom baru.

 

“Berdasarkan Sumber terpercaya yang di Identifikasi Media ini, “Pernyataan tegas itu dilontarkan Tito usai menghadiri Wisuda Angkatan ke-32 Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) di Jatinangor, Jawa Barat, Rabu (23/7/2025). Di hadapan para tokoh daerah dan akademisi, termasuk Sultan Tidore, Husain Alting Sjah, Mendagri menyatakan bahwa pembentukan kota baru bukanlah solusi utama dalam pembangunan ibu kota provinsi.

 

“Ngapain bicara DOB,” tegas Tito kepada wartawan. “Pembangunan ibu kota provinsi itu tidak harus dilakukan dengan membuat kota administratif baru. Kita bisa bangun tanpa harus menambah struktur birokrasi,” lanjutnya.

 

Pernyataan ini sekaligus menjadi penegasan posisi pemerintah pusat yang masih menerapkan moratorium pemekaran wilayah, kecuali untuk daerah yang telah memiliki dasar hukum dan urgensi luar biasa. Sofifi, meski menyandang status sebagai ibu kota Provinsi Maluku Utara, saat ini secara administratif masih masuk dalam wilayah Kabupaten Halmahera Tengah.

 

Tito menyampaikan, semangat otonomi harus diarahkan pada peningkatan pelayanan publik dan efektivitas pemerintahan, bukan sekadar memperbanyak jumlah daerah. “Jangan sampai yang terjadi hanya menambah beban fiskal negara tanpa memberi manfaat nyata kepada rakyat,” tandasnya.

 

Sementara itu, Sultan Tidore, Husain Alting Sjah, yang turut hadir dalam acara tersebut belum memberikan tanggapan langsung. Namun sebelumnya, ia termasuk salah satu tokoh yang konsisten menyuarakan pentingnya mempercepat pembangunan di wilayah ibu kota provinsi, termasuk dorongan untuk menjadikan Sofifi sebagai kota yang berdiri sendiri.

 

Isu pemekaran Kota Sofifi sendiri telah menjadi polemik selama bertahun-tahun. Para pendukungnya menilai bahwa status administratif yang lebih kuat akan mempercepat pembangunan dan penguatan infrastruktur, sementara para penentangnya, termasuk pemerintah pusat, menganggap langkah tersebut belum mendesak dan berpotensi menimbulkan beban baru bagi keuangan daerah maupun nasional.

 

Sofifi, meski telah ditetapkan sebagai pusat pemerintahan provinsi sejak 2010, masih menghadapi berbagai tantangan mendasar, seperti keterbatasan infrastruktur dasar, kurangnya fasilitas publik, serta tidak adanya kejelasan tata ruang yang memadai.

 

Mendagri pun menegaskan bahwa pemerintah pusat saat ini lebih mendorong model pembangunan terpadu tanpa mengutak-atik status administratif. “Kita bisa siapkan dana, infrastruktur, semua yang dibutuhkan agar pelayanan publik berjalan baik di Sofifi, tapi tidak harus membuat kota baru,” ujar Tito.

 

Pernyataan Mendagri ini dipandang sebagai sinyal tegas bahwa pemerintah pusat ingin menghindari politisasi pemekaran daerah dan lebih memilih pendekatan pembangunan langsung yang berorientasi pada hasil.

 

Sebagai ibu kota provinsi, Sofifi kini ditantang untuk membuktikan bahwa statusnya bukan sekadar simbol administratif, tetapi juga mampu menghadirkan pelayanan publik yang efektif dan representatif bagi seluruh warga Maluku Utara.

Redaksi: Mito

Editor: Win

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *